Sleman, 22 Agustus 2024

Ilmu pengetahuan merupakan salah satu pilar utama untuk mendorong kemajuan peradaban manusia. Ilmu pengetahuan menghadirkan inovasi, teknologi, dan mengarahkan manusia membangun masa depan yang lebih baik. Ilmu pengetahuan juga memberikan dampak yang positif untuk intelektualitas dan integritas setiap insan. Perkembangan ilmu pengetahuan tercermin pada buku-buku yang dihasilkan. Buku tidak hanya tempat untuk mencatat kemajuan, namun juga membantu menemukan cakrawala baru.

Kegiatan Peluncuran Pojok Suwarsono Lukia dan Diskusi Panel yang bertajuk “Buku, Intelektualisme, dan Masa Depan Peradaban” dihadirkan dengan semangat kecintaan terhadap buku. Kegiatan yang diselenggarakan di Lantai 1 Direktorat Perpustakaan Universitas Islam Indonesia ini diharapkan dapat menjadi pengingat dalam kerja bersama mengumpulkan wawasan, merumuskan solusi dan mengimplementasikan kongkret mendapatkan ilmu pengetahuan. Suwarsono Muhammad selaku donator melakukan pemotongan pita sebagai tanda serah 4100 koleksi bukunya. Selanjutnya, tamu undangan diajak untuk semakin dengan koleksi-koleksi  Pojok Suwarsono-Lukia lewat tur yang dipimpin oleh Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid. Ada beragam tema yang dapat dibaca oleh sivitas akademika UII: mulai dari strategi, peradaban, manajemen pemasaran, marketng, hingga Sejarah dan kebangsaan.  

Dr. Suwarsono Muhammad adalah Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia. Sebagai pembelajar ekonomi dan peradaban, Suwarsono telah menulis sejumlah buku bertema perubahan sosial, peradaban Islam, kapitalisme perdagangan, dan kapitalisme religius. Pemikiran Suwarsono dibentuk oleh koleksi buku yang dibaca. Peran sang istri, Lukia Zuraida dalam mendukung dan merawat ribuan bukunya selama puluhan tahun turut memberi arti penting. Kini ribuan buku tersebut telah beralih rumah di Direktorat Perpustakaan UII, dengan harapan pemikiran terhadap peradaban Islam di tengah pusaran globalisasi akan terus terawat melalui semangat membaca para intelektual muda. Salah satu pemikiran terbaru dari Suwarsono Muhammad yang lahir dari pembacaan ribuan buku adalah ‘Kapitalisme Religius’. Kapitalisme Religius diajukan sebagai model dan sekaligus strategi yang dapat dipertimbangkan dan dipilih untuk membangun kembali peradaban Islam. Model ini merupakan jalan tengah, bentuk revolusi damai untuk menjembatani dua idealisme besar duniawi yang seringkali saling meniadakan satu sama lain.

Acara perluncuran dan peresmian kemudian dilanjutkan dengan acara Diskusi Panel yang berjudul “Buku, Intelektualisme dan Masa Depan Peradaban” Diskusi dipimpin oleh Karina Utami Dewi, S.IP., M.A. dengan narasumber Prof. Dr. rer.soc. Masduki, S.Ag. M.Si. dan Prof. Dr. Heru Nugroho.

Menurut Prof. Heru “Buku dapat menjadi teman, pencerah, dan kita bisa terus menerus bertanya melalui buku. Hibah buku yang diberikan oleh Bapak Suwarsono sebanyak ribuan ini merupakan hal yang mulia, karena buku pada era kami sangat penting, sangat berpengaruh. Tapi untuk era sekarang, generasi gen Z mungkin bisa melalui buku digital. Persoalannya adalah kemudian mengenai minat baca dan pencerdasan. Padahal buku bisa mengubah Indonesia, sebab Soekarno-Hatta merubah Indonesia dari buku. Untuk menuju era itu, tugas kita mendorong minat mahasiswa membaca buku.” 

Prof. Masduki menyebutkan “Secara historis, buku -baik individual atau pun kolektif- memiliki 3 makna penting. Pertama, buku itu menyimpan ilmu pengetahuan. Dia melakukan proteksi, membakukan kerja proteksi pengetahuan. Sehingga orang yang menyimpan buku maka menyimpan pengetahuan. Buku juga mencerminkan karya intelektual. Seorang Suwarsono akan dilihat dari bukunya. Karya terbarunya yang berjudul “Kapitalis Religiusme” menunjukkan seseorang yang kapitalis tapi juga religius. Sejarah menunjukkan bahwa buku itu objek yang mengalami represi politik. Sehingga Indonesia, sejak era kolonial, punya sejarah bahwa buku merupakan alat untuk merekam pengetahuan, menunjukkan intelektualisme seorang Soekarno-Hatta tapi memiliki kebebasan untuk berekspresi namun kemudian direpresi oleh Belanda.” 

Kontributor: Aprilina Selly Crussita Bella